Budaya Pop dan Aktivisme

Oleh: Dodi Faedlulloh

Saat ini, budaya pop berkembang lebih dari sekedar manifestasi ideologi dominan dan praktik hegemonik yang dikontruksi untuk melanggengkan kendali dalam sistem sosio-ekonomi tertentu. Sebaliknya, budaya pop semakin mengambil peran penting, mengkritik balik dan bahkan menjadi platform perlawanan terhadap norma-norma hegemoni yang berlaku.

Perlawanan kali ini tidak lagi hanya “dimonopoli” aktivis-aktivis tetapi juga individu-individu atau komunitas yang gandrung dengan budaya pop. Baru-baru ini, para pecinta K-Pop global dan Indonesia memprakarsai petisi yang mendesak Hyundai, sebuah perusahaan otomotif terkemuka Korea Selatan, untuk mempertimbangkan kembali partisipasinya dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara di Kalimantan Utara. Petisi tersebut menantang penggunaan aluminium yang bersumber dari pabrik peleburan Adaro oleh Hyundai dalam proses produksi mobilnya. Selain itu, petisi tersebut menuntut transparansi yang lebih besar dari Hyundai mengenai sumber energi untuk produksinya.

Terdapat kesadaran progresif di kalangan penggemar K-Pop, yang ditegaskan oleh komitmen kuat untuk memerangi krisis iklim—sebuah fenomena yang secara umum sebenarnya masih belum banyak disadari oleh masyarakat.

Pengalaman ini menunjuukan perlunya organisasi yang mengidentifikasi diri dengan gerakan sosial untuk melakukan introspeksi dan menerapkan pembelajaran adaptif. Budaya pop bukan sesuatu yang statis dan selalu dikaitkan dengan aktivitas hura-hura, ia berkembang seiring waktu dan merespon peristiwa sejarah dan perubahan sosial.

Secara inheren, budaya pop memiliki potensi dan kapasitas yang signifikan untuk meresonansi narasi alternatif. Dengan demikian, gerakan sosial tampaknya perlu juga berkolaborasi dengan “subjek-subjek budaya pop” dan menggunakan elemen budaya pop untuk menantang paradigma dominan, meningkatkan kesadaran, dan mempromosikan sudut pandang alternatif.

Jika ini terjadi, tidak heran kelak koalisi baru muncul, seperti “Aliansi Swifties, Army, Nakama One Piece dan Mahasiswa Kiri untuk Demokrasi”, yang menyatukan beragam kekuatan budaya untuk perubahan sosial-politik.

Leave a Comment

*